Rabu, 01 Februari 2012

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI AIR BERKAPUR TERHADAP ANGKA KEJADIAN BATU GINJAL DI KECAMATAN PATHUK WONOSARI KABUPATEN GUNUNG KIDUL TAHUN 2012 DIY

HUBUNGAN ANTARA KONSUMSI AIR BERKAPUR
TERHADAP ANGKA KEJADIAN BATU GINJAL
DI KECAMATAN PATHUK WONOSARI
KABUPATEN GUNUNG KIDUL
TAHUN 2012
DIY


PROPOSAL PENELITIAN


Oleh :
DWI LISTIYAN (2020091658)
PRIMA AYU CAHYANI (2020091676)
YOGI EKO NUGROHO (2020091694)

AKADEMI KEPERAWATAN NOTOKUSUMO
YOGYAKARTA
2012




KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan tugas akhir ini.
Laporan penelitian ini merupakan tugas akhir penulis dalam menyelesaikan studi diploma III keperawatan, penulis menyadari bahwa sepenuhnya laporan ini dapat tersusun berkat bimbingan dan bantuan dari berbagai pihak, untuk itu penulis menyampaikan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Ibu Endang Sumirih, Bsc. Spd. M.kes selaku Direktur AKPER Notokusumo Yogyakarta.
2. Bapak Suyamto,A.Kep,MPH selaku pembimbing dari Akper Notokusumo Yogyakarta.
3. Ibu Etik Pratiwi,S.Kep,Ns selaku pembimbing dari Akper Notokusumo Yogyakarta.
4. Bapak Taukhit,S.Kep,Ns selaku pembimbing dari Akper Notokusumo Yogyakarta.
5. Kepada instansi yang telah memberikan bantuan atas terselenggaranya penelitian ini.
6. Dosen dan Karyawan AKPER Notokusumo, yang telah membimbing dan mambantu penulis selama menjalani perkuliahan.
7. Seluruh keluarga besarku yang telah memberikan doa dan dukungan kepadaku selama kuliah sampai selesainya tugas akhir ini.
8. Serta semua pihak yang tidak dapat penulis sebut satu persatu.

Akhirnya penulis berharap semoga tugas akhir (KTI) ini bermanfaat khususnya bagi penulis sendiri dan dapat dijadikan referensi bagi yang membutuhkannya. Penulis menyadari bahwa Karya Tulis Ilmiah ini masih jauh dari sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik penulis harapkan guna perbaikan dimasa yang akan datang.
Penulis menyadari bahwa penyusunan laporan ini masih banyak kekurangan dan masih jauh daei kesempurnaan. Oleh karena itu penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun guna kesempurnaan penulisan laporan ini.



Yogyakarta,

Penulis












BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah
Air merupakan salah satu sumberdaya alam yang meiliki fungsi sangat vital bagi kehidupan makhluk hidup yang ada di muka bumi. Untuk itu air perlu dilindungi agar dapat tetap bermanfaat bagi kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya. Pengertian tersebut menunjukkan bahwa air memiliki peran yang sangat strategis dan harus tetap tersedia dan lestari. Sehingga mampu mendukung kehidupan dan pelaksanaan pembangunan di masa kini maupun di masa mendatang. Tanpa adanya air maka kehidupan tidak akan dapat berjalan.
Keberadaan air bersih di daerah perkotaan menjadi sangat penting mengingat aktivitas kehidupan masyarakat kota yang dinamis. Untuk memeunuhi kebutuhan air bersih penduduk daerah perkotaan tidak dapat mengandalkan air dari sumber air langsung maupun tidak langsung dari aktivitas manusia itu sendiri. Air tanah merupakan salah satu alternatif untuk memenuhikebutuhan tersebut, tetapi mempunyai keterbatasan baik secara kualitas maupun kuantitas. Selain itu pengambilan air tanah secara berlebihan tanpa mempertimbangkan kesetimbangan air tanah akan memberikan dampak lain seperti penurunan muka tanah, intrusi air laut dan lain-lain.
Dengan bertambahnya jumlah penduduk, maka kebutuhan akan air semakin meningkat tajam. Kawasan perkotaan dengan tingkat pembangunan yang pesat dan pertumbuhan penduduk yang tinggi. Air bersih merupakan barang yang langka dan mahal. Karena selain disebabkan oleh semakin tingginya kebutuhan akan air juga terjadi penurunan kualitas dan kuantitas air.
Melihat besarnya peran dan fungsi air bersih serta untuk mengantisipasi semakin tingginya kebutuhan air khususnya air bersih di kawasan perkotaan, maka perencanaan sistem air bersih harus mendapat perhatian yang serius. Karena perencanaan sistem air bersih merupakan salah satu faktor utama dalam pemenuhan kebutuhan air bersih di kawasan perkotaan. Pada saat ini dipastikan kinerja pelayanan air bersih dikawasan perkotaan masih sangat kurang terutama di kota metropolitan, kota besar, kota sedang dan kota kecil. Contohnya pelanggan air minum perkotaan di Indonesia baru mampu dilayani sebanyak 50% kebutuhan air bersih penduduk Indonesia (Dirjen Karya, DPU,1998).
Tujuan dari sistem penyediaan air bersih adalah menyediakan jumlah air bersih yang cukup untuk kebutuhan masyarakat sesuai tingkat kemajuan dan perkembangan daerah pelayanan. Kebutuhan air untuk setiap aktivitas dapat berbeda-beda antara lain penyediaan air untuk kebutuhan domestik, kebutuhan industri, perdagangan dan kebutuhan non domestik (Soemarwoto,1991). Air bersih untuk keperluan sehari-hari merupakan salah satu kebutuhan utama masyarakat di daerah perkotaan.
Melihat besarnya peran air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari misalnya minum, mandi dan keperluan mencuci pakaian dan peralatan dapur harus memenuhi syarat kesehatan. Air yang mengandung bakteri patogen atau zat-zat terlarut lainnya dapat berakibat langsung pada kesehatan. Hal ini dapat terjadi bila sanitasi lingkungan kurang baik. Bila air tanah dan air permukaan tercemar kotoran,maka akan tersebar ke sumber air yang dipakai keperluan rumah tangga. Air juga dapat dicemari oleh logam-logam berat yang bersifat racun atau karena kandungan ion besi dan mangan yang tinggi, sebagaimana itu terjadi pada sebagian besar wilayah.
Berkaitan dengan air, masalah yang sering dihadapi oleh manusia adalah menemukan air yang bersih. Sungai-sungai yang ada di sekitar kita saat ini sudah benar-benar tercemar,apalagi mungkin di daerah metropolitan seperti Jakarta. Pemerintah telah membuat suatu lembaga PDAM sebagai penyedia air bersih untuk masyarakat Indonesia. Namun, tidak semua masyarakat Indonesia menguunakan layanan PDAM untuk mendapatkan air bersih. Sebagian besar menggunakan sumur untuk mendapatkan air bersih tersebut. Banyak sekali sekarang ini masyarakat yang membuat sumur bor untuk mendapatkan air bersih untuk kehidupan sehari-hari, disamping itu ada juga yang masih menggunakan sumur biasa.
Hal itu berdampak bagi kesehatan penggunanya. Hal itu akan berpengaruh timbulnya penyakit kanker, serangan jantung serta stroke bagi warga yang mengkonsumsi air sumur yang terdeteksi mengandung kapur dan zat besi. Dijelaskan, jika tidak diatasai masyarakat yang mengkonsumsi air itu perlahan akan melemah. Apalagi saat musim kemarau. Kadarnya semakin tinggi, karena telah terjadi pendangkalan air. Tanda air mengandung kapur adalah jika air tersebut dimasak akan menimbulkan kerak berwarna putih pada dinding panci, dan rasanya sedikit pahit. Makanan yang kita makan dapat terkontaminasi akibat peralatan dapur makan yag di cuci dengan air tercemar. Oleh karena itu air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari harus dilakukan pengolahan air terlebih dahulu agar dapat memenuhi syarat kesehatan.
Air yang mengandung zat kapur bisa terdapat pada air pegunungan dan air sumur/sumur bor. Penggunaan air yang berkualitas kurang baik seperti air yang mengandung kapur jika dikonsumsi dalam jangka pendek , dapat mengakibatkan muntaber, diare, kolera, tipus dan disentri. Sedangkan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan penyakit keropos tulang, kerusakan gigi, kerusakn ginjal dan hati. Penggunaan air yang kurang berkualitas untuk keperluan mandi maupun mencuci juga dapat berakibat langsung pada kesehatan mata dan kulit. Kuman kudis, kurap dan borok dapat mudah disebarkan melalui air. Penyakit mata juga mudah ditularkan lewat air.
Tetapi perilaku penderita batu ginjal dipengaruhi oleh pengetahuan dan sikap tentang pencegahan batu ginjal. Pengetahuan atau kognitif merupakan domain yang sangat penting dalam membentuk tindakan seseorang (over behaviour). Perilaku yang didasari oleh pengetahuan akan lebih langgeng daripada perilaku yang tidak didasari oleh pengetahuan (Mubarak dkk, 2006). Menurut Mustaida. (2000) terdapat hubungan antara tingkat pengetahuan masyarakat tentang konsumsi air berkapur dengan terkontrolnya angka kejadian batu ginjal. Dengan meningkatnya pengetahuan masyarakat akan mengarah pada kemajuan berfikir tentang perilaku kesehatan yang lebih baik sehingga akan berpengaruh terhadap terkontrolnya angka kejadian batu ginjal.
Masyarakat di Kecamatan Pathuk Wonosari menggunakan air untuk kehidupan sehari-hari diperoleh dari sumber air yaitu mata air mbelik, sumur bor, dan PDAM. Namun, tidak semua masyarakat Pathuk Wonosari menggunakan layanan PDAM untuk mendapatkn air bersih. Sebagian besar menggunakan sumur untuk mendapatkan air bersih tersebut. Banyak sekali sekarang ini masyarakat yang membuat sumur bor untuk mendapatkan air bersih untuk kehidupan sehari-hari, di samping ada juga yang masih menggunakan sumur biasa. Sekitar 90 persen sumur yang ada ternyata mengandung zat besi dan kapur. Hal itu berdampak bagi kesehatan penggunanya.
Melihat banyaknya masyarakat yang beresiko dan angka kejadian batu ginjal di Kecamatan Pathuk Wonosari mencapai 864 orang dari 33.768 orang. Banyak keluhan yang sering muncul dari masyarakat, air saat diminum terasa tidak segar dan berakibat terasa tidak nyaman pada tenggorokan. Ada beberapa keluhan gejala batu ginjal oleh masyarakat Pathuk Wonosari diantaranya, pegal-pegal atau nyeri pada pinggang yang dapat menjalar keperut bagian depan, lipat paha hingga kemaluan. Buang air kecil berpasir,buang air kecil berdarah,nyeri pada saat buang air kecil dan kadang-kadang disertai demam.
Faktor Geografi yang mempengaruhi pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu ginjal lebih tinggi dari pada daerah lain, sehingga dikenal sebagai daerah stone belt (“sabuk batu”). Contohnya adalah bila di suatu wilayah airnya banyak mengandung zat kapur maka setiap hari air yang dikonsumsi mengandung zat kapur (Sutopo, 2008).
Melihat begitu bahayanya mengkonsumsi air yang mengandung kapur sebagai salah satu faktor risiko terjadinya berbagai macam penyakit, maka penulis tertarik untuk meneliti dan mengetahui hubungan antara konsumsi air berkapur terhadap angka kejadian batu ginjal.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas, maka rumusan masalahnya adalah :
“Adakah hubungan antara konsumsi air berkapur terhadap angka kejadian batu saluran kemih di kecamatan Pathuk Wonosari Kabupaten Gunung Kidul 2012?”

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum :
Mengetahui hubungan antara konsumsi air berkapur terhadap angka kejadian batu saluran kemih
2. Tujuan khusus :
Tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui:
a. Mengetahui pengertian air
b. Mengetahui jenis-jenis air yang mengandung kapur
c. Mengetahui dampak dari mengkonsumsi air sumur yang mengandung kapur

D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis:
Penelitian ini diharapkan dapat menambah khasanah ilmu pengetahuan keperawatan, khususnya masalah keperawatan komunitas terkait program pendidikan dan penatalaksanaan pentingnya air bersih bagi kehidupan di masyarakat.
2. Manfaat Praktis:
a. Bagi Profesi Perawat
Hasil penelitian diharapkan dapat digunakan sebagai masukan bagi profesi perawat dalam memberikan promosi kesehatan terkait penatalaksanaan pentingnya air bersih di masyarakat.
b. Bagi Institusi Puskesmas
Dapat memperoleh gambaran tentang tingkat pengetahuan konsumsi air berkapur, sikap dan perilaku pencegahan batu saluran kemih pada keluarga, sebagai bahan masukan untuk membuat kebijakan atau program terkait penanganan dan pencegahan batu saluran kemih di masyarakat.
c. Bagi Masyarakat
Bagi subjek yang diteliti sebagai motivasi untuk meningkatkan kesadaran akan pentingnya pengetahuan dan perilaku pencegahan komplikasi batu ginjal sehingga dapat mengaplikasikannya.
d. Bagi Peneliti
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat menambah pengatahuan dan wawasan dalam hal penanganan penyakit batu saluran kemih, serta memperoleh pengalaman dalam penyusunan karya tulis ilmiah.
e. Bagi Pemerintah
Hasil penelitian ini diharapkan akan dapat digunakan sebagai bahan pemerintah dalam menetapkan kebijakan yang berhubungan dengan masalah perairan yang terjadi di daerah-daerah Indonesia.















BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Telaah Pustaka
1. Pengertian Air
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek pengamatan dan pelestarian sumber daya air harus ditanam pada segenap pengguna air (Effendi, 2003).

a. Syarat-Syarat Air Minum
Menurut Sutrisno (2007), dari segi kualitas air minum harus memenuhi:
1) Syarat Fisik
a) Air tidak boleh berbau
Air minum yang berbau selain tidak estetis juga tidak akan disukai oleh masyarakat. Bau air dapat memberi petunjuk akan kualitas air. Misalnya, bau amis dapat disebabkan oleh tumbuhnya Algae.
b) Air tidak boleh berasa
Air minum biasanya tidak memberi rasa/tawar. Air yang tidak tawar dapat menunjukkan kehadiran berbagai zat yang dapat membahayakan kesehatan. Rasa logam/amis, rasa pahit, asin, dan sebagainya. Efeknya tergantung pada penyebab timbulnya bau tersebut.
c) Air tidak boleh berwarna
Air minum sebaiknya tidak berwarna untuk alasan estetis dan untuk mencegah keracunan dari berbagai zat kimia maupun mikroorganisme yang berwarna.
d) Kekeruhan
Kekeruhan air disebabkan oleh zat padat yang tersuspensi, baik yang bersifat anorganik maupun organik. Zat anorganik, biasanya berasal dari lapukan tanaman dan hewan. Buangan industri juga dapat menyebabkan kekeruhan. Zat organik dapat menjadi makanan bakteri, sehingga mendukung perkembang biakannya.
e) Suhu air hendaknya di bawah sela udara (sejuk ± 250C) agar:
(1) Tidak terjadi pelarutan kimia yang ada pada saluran/pipa yang dapat membahayakan kesehatan
(2) Menghambat reaksi-reaksi biokimia didalam saluran/pipa
(3) Mikroorganisme patogen tidak mudah berkembang biak
(4) Bila diminum air dapat menghilangkan dahaga.
f) Jumlah zat padat terlarut (TDS)
TDS biasanya terdiri dari zat organik, garam anorganik dan gas terlarut. Bila TDS bertambah maka kesadahan juga akan naik pula.
2) Syarat Kimia
Air minum tidak boleh mengandung racun, zat-zat mineral atau zat-zat kimia tertentu dalam jumlah melampui batas yang telah ditentukan.
3) Syarat Bakteriologik
Air minum tidak boleh mengandung bakteri-bakteri penyakit (patogen) dan tidak boleh mengandung bakteri-bakteri golongan Coli melebihi batas-batas yang telah ditentukan yaitu 1 Coli/100 ml air.
Bakteri golongan Coli ini berasal dari usus besar (feaces) dan tanah. Bakteri patogen yang mungkin ada dalam air antara lain adalah:
a) Bakteri typshum
b) Vibrio colereae
c) Bakteri dysentriae
d) Entamoeba histolyhes
e) Bakteri enteritis (penyakit perut)
Air yang mengandung Coli dianggap telah terkontaminasi (tercemar) dengan kotoran manusia.

b. Kesadahan
Istilah kesadahan digunakan untuk menunjukkan kandungan garam kalsium dan magnesium yang terlarut, dinyatakan sebagai ekuivalen (setara) kalsium karbonat.
Air sadah adalah air yang mengandung beberapa jenis mineral yaitu Ca, Mg, Sr, Fe dan Mn yang konsentrasinya tinggi sehingga mengakibatkan air menjadi keruh dan dapat mengurangi daya kerja sabun serta menimbulkan kerak pada dasar ketel. Kesadahan air dikenal dengan nama kekerasan air (hard water).
Menurut Gabriel (2001), berdasarkan kadar kalsium di dalam air maka tingkat kesadahan air digolongkan dalam 4 (empat) kelompok yaitu:
1) Kadar CaCO3 terdapat dalam air 0-75 mg/l disebut air lunak (soft water)
2) Kadar CaCO3 terdapat dalam air 75-150 mg/l disebut moderately hard water
3) Kadar CaCO3 terdapat dalam air 150-300 mg/l disebut hard water
4) Kadar CaCO3 terdapat dalam air 300 mg/l ke atas disebut very hard water
Menurut Gaman (1992), berdasarkan kandungan mineral maka kesadahan air dibagi dalam 2 (dua) golongan yaitu:
1) Kesadahan air sementara/temporer disebut pula kesadahan karbonat.
Air disebut mempunyai kesadahan sementara apabila kesadahannya dapat dihilangkan dengan pendidihan, mengandung kalsium dam magnesium bikarbonat. Air dengan tipe ini terdapat di daerah berkapur. Sejumlah kecil karbon dioksidasi terlarut dalam air hujan membentuk asam lemah yaitu asam bikarbonat. Asam karbonat secara perlahan-lahan melarutkan kalsium karbonat membentuk kalsium bikarbonat yang larut.
2) Kesadahan air tetap/permanen disebut pula kesadahan non karbonat.
Air dengan kesadahan tetap mengandung sulfat dan klorida kalsium dan magnesium yang terlarut dalam air hujan yang lewat menerobos batu-batuan yang mengandung garam-garam tersebut.

c. Kesadahan Air Penyeduh
Air merupakan komponen terbesar dalam produk minuman. Peranannya terhadap produk yang dihasilkan adalah sangat besar. Dengan demikian, perlu pertimbangan yang matang dalam memilih jenis air yang sesuai untuk menghasilkan produk yang baik tidak terkecuali dalam menyeduh teh.
Kualitas air secara kimia ditentukan oleh pH dan kandungan garam-garam terlarut. Kandungan garam-garam terlarut akan mempengaruhi sifat kesadahan dan daya ekstraksi air.
Pengaruh air terhadap warna dan rasa seduhan teh dihubungkan dengan kemampuan air untuk mengekstraksi komponen teh terutama katekin pada teh hijau. Kemampuan air untuk mengekstraksi akan berkurang bila kandungan zat terlarutnya tinggi. Jika air yang digunakan untuk menyeduh teh bersifat sadah sementara, maka Ca(HCO3)2 dan Mg(HCO3)2 akan bereaksi dengan asam dan membentuk garam-garam Ca dan Mg dengan melepaskan CO2 sehingga warna seduhan menjadi gelap.
Air yang bersifat basa atau mengandung besi dalam jumlah tertentu akan memberikan warna seduhan teh yang gelap dan suram. Komponen kimia teh lebih cepat larut dalam air lunak dibandingkan dengan air yang bersifat sadah (Anonim, 2008).

d. Metode Penghilangan Kesadahan Air
1) Pendidihan
Jika air dididihkan, hanya kesadahan sementara yang dapat dihilangkan. Bikarbonat dipecah menjadi karbonat, air dan karbon dioksida.
2) Penambahan kapur mati
Kapur mati (kalsium hidroksida) juga hanya memisahkan kesadahan sementara. Kapur harus ditambahkan pada jumlah yang telah diperhitungkan sehingga kapur tersebut hanya cukup untuk menetralkan bikarbonat.
3) Penambahan soda pencuci
Metoda ini menghilangkan kesadahan sementara dan kesadahan tetap. Soda pencuci (natrium karbonat) bereaksi dengan garam kalsium dan magnesium dalam air sadah membentuk garam natrium yang larut dengan garam kalsium dan magnesium yang tidak larut yang tertinggal sebagai endapan.

e. Proses pertukaran ion
Metoda ini digunakan dalam rumah tangga dan industri untuk menghilangkan kedua tipe kesadahan. Proses ini meliputi penggunaan resin alami dan resin buatan seperti permutit dan zeolit. Air sadah dilewatkan melalui kolom yang diisi resin dan ion-ion kalsium dan magnesium dalam air ditukar dengan ion natrium dalam resin. Resin diregenerasi dengan dialiri larutan garam pekat (natrium klorida). Hal ini akan mengisi ion natrium lagi (Gaman, 1992).




f. Penentuan Kesadahan Air
Kesadahan total yaitu jumlah ion-ion Ca2+ dan Mg2+ yang dapat ditentukan melalui titrasi dengan EDTA sebagai titran dan menggunakan indikator yang peka terhadap semua kation tersebut.
Pada penentuan kesadahan air, diperlukan modifikasi dari cara titrasi larutan Mg-Ca murni, karena dalam air sering dijumpai pengotoran oleh ion besi dan logam-logam lain. Penggunaan indikator Eriochrome Black T atau Calmagit akan terjadi indikator oleh ion besi karena bereaksi secara. Oleh sebab itu, penambahan buffer pH 10 jumlah molekul EDTA dapat membuat pasangan kimiawi dengan ion-ion kesadahan dan beberapa jenis ion lainnya. Pasangan tersebut lebih kuat dari pada hubungan antara indikator dengan ion-ion kesadahan. Oleh karena itu, pada pH 10 jumlah molekul EDTA yang ditambahkan sebagai titran sama (ekuivalen) dengan jumlah ion-ion kesadahan dalam sampel, dan molekul indikator terlepas dari ion kesadahan (Santika, 1984).

g. Pengaruh Air Terhadap Kesehatan
Menurut Soemirat (2002), secara khusus, pengaruh air terhadap kesehatan dapat bersifat langsung maupun tidak langsung.
1) Pengaruh Tidak Langsung
Pengaruh tidak langsung adalah pengaruh yang timbul sebagai akibat pendayagunaan air yang dapat meningkatkan atau pun menurunkan kesejahteraan masyarakat. Misalnya, air yang dimanfaatkan untuk pembangkit tenaga listrik, untuk industri, untuk irigasi, perikanan, pertanian, dan rekreasi dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Sebaliknya pengotoran air dapat menurunkan kesejahteraan masyarakat.
2) Pengaruh Langsung
Air minum atau air konsumsi penduduk dapat menyebabkan penyakit seperti :
Air di dalam tubuh manusia, berkisar antara 50 -70 % dari seluruh berat badan. Air terdapat di seluruh badan, di tulang terdapat air sebanyak 22 % berat tulang, di darah dan ginjal sebanyak 83 %. Kehilangan air untuk 15 % dari berat badan dapat mengakibatkan kematian. Karenanya orang dewasa perlu minum minimum 1,5 – 2 liter air sehari. Kekurangan air ini menyebabkan banyaknya didapat penyakit batu ginjal dan kandung kemih di daerah tropis seperti Indonesia, karena terjadinya kristalisasi unsur –unsur yang ada di dalam cairan tubuh. (Soemirat, 2002).

2. Pengertian Air berkapur/ Kalsium hidroksida
Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tak berwarna atau bubuk putih. Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuran larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH). (Gabriel.2005)
Kapur adalah sebuah benda putih dan halus terbuat dari batu sedimen, membentuk bebatuan yang terdiri dari mineral kalsium. Kapur biasanya terbentuk di dalam laut dengan kondisi bebatuan yang mengandung lempengan kalsium plates (coccoliths) yang dibentuk oleh mikroorganisme coccolithophores. Biasanya lazim ditemukan pada batu api dan chert yang terdapat dalam kapur. Batu kapur (gamping) dapat terjadi dengan beberapa cara, yaitu secara organik, mekanik atau secara kimia. Sebagian besar batu kapur yang terdapat di alam terjadi secara organik, jenis ini berasal dari pengendapan cangkang/rumah kerang dan siput, foraminifera atau ganggang, atau berasal dari kerangka binatang koral/kerang. Batu kapur dapat berwarna putih susu, abu-abu muda, abu-abu tua, coklat bahkan hitam, tergantung keberadaan mineral pengotornya. (Gaman.2005)
Air yang terlalu banyak mengandung kapur, biasanya bersifat basa (Ph lebih dari 8). Menurut standar Keputusan Menteri Kesehatan RI, air minum tidak boleh mempunyai Ph lebih dari 8,5 karena dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Tanda air yang mengandung kapur adalah jika air tersebut dimasak, maka akan menimbulkan kerak berwarna putih pada dinding panci, dan rasanya sedikit pahit.
Air yang mengandung zat kapur bisa terdapat pada air pegunungan dan air sumur/sumur bor. Air sumur termasuk air yang banyak digunakan masyarakat Indonesia untuk keperluan sehari-hari mereka. Namun, banyak dari air sumur itu yang mengandung zat besi dan kapur. Hal itu berdampak bagi kesehatan penggunanya.
Penggunaan air yang berkualitas kurang baik seperti air yang mengandung kapur jika dikonsumsi dalam jangka pendek, dapat mengakibatkan muntaber, diare, kolera, tipus dan disentri. Sedangkan dalam jangka panjang dapat mengakibatkan penyakit keropos tulang, kerusakan gigi, kerusakan ginjal, kandung kemih, hati dan kerontokan rambut. Dan pada tingkat kronis dapat menyebabkan sakit kanker.
Air yang biasa digunakan untuk mencuci dan mandi menyebabkan sabun sukar/tidak berbuih dan dapat berakibat langsung pada kesehatan mata dan kulit, seperti sakit kurap dan lainnya. Penyakit mata juga mudah ditularkan lewat air.
Solusi untuk menurunkan kandungan zat kapur tinggi dalam air adalah dengan menggunakan Resin Softener yang jumlah atau (berat) resinnya harus disesuaikan dengan tingkat tingginya kandungan kapur itu sendiri. Solusi lainnya adalah dengan menggunakan Water Treatment System.
Water Treatment System adalah produk yang kami tawarkan untuk menanggulangi masalah air di tempat Anda. Keuntungan dari produk ini adalah:
1) Gabungan antara Teknologi makro filtrasi dan mikro filtrasi sebagai solusi efektif untuk menghadapi permasalahan air seperti : air kotor dan berpasir, air berwarna kuning dan keruh, air berbau, air dengan kandungan logam yang tinggi (besi, mangan, chlor, kapur, nitrat dan lainnya).
2) Sistem operasional beserta perawatan sangat mudah dan praktis. Juga tersedia system backwash dan flushing untuk memperpanjang masa pakai filter.
3) High Quality filter material untuk memastikan air yang dihasilkan benar-benar bersih dan layak digunakan untuk kebutuhan sehari-hari.
Kandungan zat kapur dalam air yang masih dalam standar kelayakan air minum maksimal sebanyak 500 mg/l. Konsumsi air berkapur melebihi standar kelayakan air minum dalam jangka waktu lama akan menumpuk zat kapur di dalam tubuh. Kondisi ini bisa menyebabkan penyakit batu ginjal.

3. Batu Ginjal
a. Definisi
Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih di dalam pelvis atau calyces ginjal atau di saluran kemih. (Pratomo.2007)
Batu didalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan biasa menyebabkan nyeri, pendarahan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih) atau terbentuk di sepanjang saluran kemih yaitu, ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra . Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis) (Rahmawati, 2007).
b. Jenis-jenis Batu Ginjal
Batu ginjal mempunyai banyak jenis nama dan kandungan zat penyusunnya yang berbeda-beda Menurut Arimurti (2007), ada 4 jenis utama dari batu ginjal yang masing-masing cenderung memiliki penyebab yang berbeda, diantaranya:
1) Batu kalsium
Sekitar 75 sampai 85 persen dari batu ginjal adalah batu kalsium. Batu ini biasanya kombinasi dari kalsium dan oksalat, timbul jika kandungan zat itu terlalu banyak didalam urin selain itu jumlah berlebihan vitamin D menyebabkan tubuh terlalu banyak menyerap kalsium.
2) Batu asam uric
Batu ini terbentuk dari asam uric, produk sampingan dari metabolisme protein.
3) Batu struvite
Mayoritas ditemukan pada wanita, batu struvite biasanya diakibatkan infeksi saluran kencing kronis, disebabkan bakteri. Batu ini jika membesar akan menyebabkan kerusakan serius pada ginjal.


4) Batu Cystine
Batu ini mewakili sekitar 1 persen dari batu ginjal. Ditemukan pada orang dengan kelainan genetik sehingga ginjal kelebihan jumlah asam amino.

c. Etiologi
Terbentuknya batu saluran kemih diduga ada hubungannya dengan gangguan aliran urin, gangguan metabolik, infeksi saluran kemih, dehidrasi, dan keadaan-keadaan lain yang masih belum terungkap (idiopatik). Secara epidemiologik terdapat beberapa faktor yang mempermudah terbentuknya batu pada saluran kemih pada seseorang. Faktor tersebut adalah faktor intrinsik yaitu keadaan yang berasal dari tubuh orang itu sendiri dan faktor ekstrinsik yaitu pengaruh yang berasal dari lingkungan di sekitarnya.

Faktor intrinsik antara lain :
1) Herediter (keturunan) : penyakit ini diduga diturunkan dari orang tuanya.
2) Umur : penyakit ini paling sering didapatkan pada usia 30-50 tahun
3) Jenis kelamin : jumlah pasien laki-laki tiga kali lebih banyak dibandingkan dengan pasien perempuan
Faktor ekstrinsik diantaranya adalah :
1) Geografis : pada beberapa daerah menunjukkan angka kejadian batu saluran kemih yang lebih tinggi dari pada daerah lain sehingga dikenal sebagai daerah stonebelt.
2) Iklim dan temperatur
3) Asupan air : kurangnya asupan air dan tingginya kadar mineral kalsium pada air yang dikonsumsi.
4) Diet : Diet tinggi purin, oksalat dan kalsium mempermudah terjadinya batu.
5) Pekerjaan : penyakit ini sering dijumpai pada orang yang pekerjaannya banyak duduk atau kurang aktifitas atau sedentary life.
6) Stres
Diketahui pada orang-orang yang menderita stres jangka panjang, dapat meningkatkan kemungkinan terjadinya batu saluran kemih. Secara pasti mengapa stres dapat menimbulkan batu saluran kemih belum dapat ditentukan secara pasti. Tetapi, diketahui bahwa orang-orang yang stres dapat mengalami hipertensi, daya tahan tubuh rendah, dan kekacauan metabolisme yang memungkinkan kenaikan terjadinya BSK.
7) Olah raga
Secara khusus penelitian untuk mengetahui hubungan antara olah raga dan kemungkinan timbul batu belum ada, tetapi memang telah terbukti BSK jarang terjadi pada orang yang bekerja secara fisik dibanding orang yang bekerja di kantor dengan banyak duduk.

8) Kegemukan (Obesitas)
Obesitas didefinisikan sebagai suatu keadaan peningkatan lemak tubuh baik diseluruh tubuh maupun di bagian tertentu. Obesitas dapat ditentukan dengan pengukuran antropometri seperti IMT, distribusi lemak tubuh/ persen lemak tubuh melalui pengukuran tebal lemak bawah kulit. Dikatakan obese jika IMT ≥ 25 kg/m2. Pada penelitian kasus batu kalsium oksalat yang idiopatik didapatkan 59,2% terkena kegemukan. Pada laki-laki yang berat badannya naik 15,9 kg dari berat badan waktu umur 21 tahun mempunyai RR 1,39. Pada wanita yang berat badannya naik 15,9 kg dari berat waktu berumur 18 tahun, RR 1,7. Hal ini disebabkan pada orang yang gemuk pH air kemih turun, kadar asam urat, oksalat dan kalsium naik19,16.
9) Kebiasaan menahan buang air kemih
Kebiasaan menahan buang air kemih akan menimbulkan stasis air kemih yang dapat berakibat timbulnya Infeksi Saluran Kemih (ISK). ISK yang disebabkan kuman pemecah urea sangat mudah menimbulkan jenis batu struvit. Selain itu dengan adanya stasis air kemih maka dapat terjadi pengendapan kristal. Tinggi rendahnya pH air kemih. Hal lain yang berpengaruh terhadap pembentukan batu adalah pH air kemih ( pH 5,2 pada batu kalsium oksalat).
(Pratomo.2008)

d. Manifestasi Klinis
Hariyanto (2008) menyatakan bahwa besar dan lokasi batu bervariasi, rasa sakit disebabkan oleh obstruksi merupakan gejala utama. Batu ginjal yang besar dengan permukaan kasar yang masuk ke dalam ureter akan menambah frekuensi dan memaksa kotraksi ureter secara otomatis. Rasa sakit dimulai dari pinggang bawah menuju ke pinggul, kemudian ke alat kelamin luar. Intesitas rasa sakit berfluktuasi dan rasa sakit yang luar biasa merupakan puncak dari kesakitan.

e. Patofisiologis
Secara teoritis batu dapat terbentuk diseluruh saluran kemih terutama pada tempat-tempat yang sering mengalami hambatan aliran urine (statis urine), yaitu pada system kalises ginjal ata buli-buli. Adanya kelainan bawaan pada saluran kemih merupakan keadaan-keadaan yang memudahkan terjadinya pembentukan batu.
Batu terdiri atas kristal-kristal yang tersusun oleh bahan-bahan organik maupun anorganik yang terlarut di dalam urine. Kristal-kristal tersebut tetap berada dalam keadaan metastable (tetap terlarut) dalam urine jika tidak ada keadaan-keadaan tertentu yang menyebabkan terjadinya presipitasi kristal. Kristal-kristal yang saling mengadakan presipitasi membentuk inti batu (nukleasi) yang kemudian akan mengadakan agregasi, dan menarik bahan-bahan lain sehingga menjadi kristal yang lebih besar. Meskipun ukurannya cukup besar, agregat kristal masih rapuh dan belum cukup mampu membumtu saluran kemih. Untuk itu agregat kristal menempel pada epitel saluran kemih (membentuk retensi kristal), dan dari sini bahan-bahan lain diendapkan pada agregat itu sehingga membentuk batu yang cukup besar untuk menyumbat saluran kemih. Kondisi metastabel dipengaruhi oleh pH larutan, adanya koloid di dalam urine, konsentrasi solute di dalam urine, laju aliran urine di dalam saluran kemih, atau adanya korpus alienum di dalam saluran kemih yang bertindak sebagai inti batu (Rahmawati, 2007).

f. Diagnosis
Batu yang tidak menimbulkan gejala mungkin akan diketahui secara tidak sengaja pada pemeriksaan analisa air kemih rutin (urinalisis). Batu yang menyebabkan nyeri biasanya didiagnosis berdasarkan gejala kolik renalis, disertai dengan adanya nyeri tekan di punggung dan selangkangan atau nyeri di daerah kemaluan tanpa penyebab yang jelas. (Pratomo.2008)
Analisa air kemih mikroskopik bisa menunjukkan adanya darah, nanah atau kristal batu yang kecil. Biasanya tidak perlu dilakukan pemeriksaan lainnya, kecuali jika nyeri menetap lebih dari beberapa jam atau diagnosisnya belum pasti. Pemeriksaan tambahan yang bisa membantu menegakkan diagnosis adalah pengumpulan air kemih 24 jam dan pengambilan contoh darah untuk menilai kadar kalsium, sistin, asam urat dan bahan lainnya yang bisa menyebabkan terjadinya batu. Rontgen perut bisa menunjukan adanya batu kalsium dan batu struvit. Pemeriksaan lainnya yang mungkin perlu dlakukan adalah urografi intravena dan urografi retrograd (Mariani, 2009)

g. Pemeriksaan Fisik
1) Penderita dengan keluhan nyeri kolik hebat, dapat disertai takikardi, berkeringat, dan nausea.
2) Masa pada abdomen dapat dipalpasi pada penderita dengan obstruksi berat atau dengan hidronefrosis.
3) Bisa didapatkan nyeri ketok pada daerah kostovertebra, tanda gagal ginjal dan retensi urin.
4) Demam, hipertensi, dan vasodilatasi kutaneus dapat ditemukan pada pasien dengan urosepsis.
(Pratomo.2008)

h. Pemeriksaan Penunjang
1) Radiologi
Secara radiologi, batu dapat radiopak atau radiolusen. Sifat radiopak ini berbeda untuk berbagai jenis batu sehingga dari sifat ini dapat diduga batu dari jenis apa yang ditemukan. Radiolusen umumnya adalah jenis batu asam urat murni. Pada yang radiopak pemeriksaan dengan foto polos sudah cukup untuk menduga adanya batu ginjal bila diambil foto dua arah. Pada keadaan tertentu terkadang batu terletak di depan bayangan tulang, sehingga dapat luput dari penglihatan. Oleh karena itu foto polos sering perlu ditambah foto pielografi intravena (PIV/IVP). Pada batu radiolusen, foto dengan bantuan kontras akan menyebabkan defek pengisian (filling defect) di tempat batu berada. Yang menyulitkan adalah bila ginjal yang mengandung batu tidak berfungsi lagi sehingga kontras ini tidak muncul. Dalam hal ini perludilakukan pielografi retrograd. Ultrasonografi (USG) dilakukan bila pasien tidak mungkin menjalani pemeriksaan IVP, yaitu pada keadaan-keadaan; alergi terhadap bahan kontras, faal ginjal yang menurun dan pada wanita yang sedang hamil. Pemeriksaan USG dapat untuk melihat semua jenis batu, selain itu dapat ditentukan ruang/ lumen saluran kemih. Pemeriksaan ini juga dipakai unutk menentukan batu selama tindakan pembedahan untuk mencegah tertinggalnya batu. (Pratomo.2008)

2) Laboratorium
Pemeriksaan laboratorium diperlukan untuk mencari kelainan kemih yang dapat menunjang adanya batu di saluran kemih, menentukan fungsi ginjal, dan menentukan penyebab batu. (Pratomo.2008)

i. Penatalaksanaan
1) Penatalaksanaan Farmakologi
a) Terapi medis dan simtomatik
Terapi medis berusaha untuk mengeluarkan batu atau melarutkan batu. Terapi simtomatik berusaha untuk menghilangkan nyeri. Selain itu dapat diberikan minum yang berlebihan/ banyak dan pemberian diuretik.
b) Litotripsi
Pada batu ginjal, litotripsi dilakukan dengan bantuan nefroskopi perkutan untuk membawa tranduser melalui sonde kebatu yang ada di ginjal. Cara ini disebut nefrolitotripsi. Salah satu alternatif tindakan yang paling sering dilakukan adalah ESWL. ESWL (Extracorporeal Shock Wave Lithotripsy) yang adalah tindakan memecahkan batu ginjal dari luar tubuh dengan menggunakan gelombang kejut.
c) Tindakan bedah
Tindakan bedah dilakukan jika tidak tersedia alat litotripsor, alat gelombang kejut, atau bila cara non-bedah tidak berhasil.
(Pratomo.2008)

2) Penatalaksanaan Non farmakologik
a) Pengenceran air kemih
Terapi terpenting terhadap terbentuknya batu adalah pengenceran air kemih. Air kemih akan encer apabila dalam waktu 24 jam jumlah air kemih antara 2- 2,5 liter. Tergantung dari suhu lingkungan dan aktivitas fisik. Biasanya minum antara 2-3 liter untuk mendapatkan volume tersebut. Pengenceran air kemih harus dilakukan tanpa mengubah komposisi dari air kemih sehingga ditekankan untuk memilih minuman dengan pertimbangan jumlah kalorinya:
(1). Jumlah yang diminum 2,5-3 liter per hari dengan air kemih 2,5 liter per hari.
(2). Air yang diminum harus terdistribusi sepanjang hari, minum 2 cangkir setiap 2 jam dan minum sebelum tidur dan setelah buang air kecil.
(3). Jenis minuman yang sesuai fruit tea, herba tea, air mineral bergaram rendah.
(4). Minuman yang kurang sesuai kopi, teh pahit, jus buah yang pekat.
(5). Minuman yang tidak sesuai minuman yang beralkohol, cola, lemon.

b) Perubahan Pola makan
Kebiasaan diet yang tidak sesuai dapat meningkatkan risiko pembentukan batu. Diet seharusnya terdiri dari bahan-bahan alami yang direkomendasikan adalah buah segar, sayuran dan selada, lemak nabati dan susu rendah lemak. Sedangkan yang dibatasi adalah daging, ikan, sosis sebesar 150 gr per hari, sedangkan yang dihindari adalah lemak dan gula serta garam yang terlalu banyak.

j. Pencegahan
Pencegahan terbentuknya batu ginjal:
1) Mengurangi minuman yang berkalsium tinggi atau minuman bervitamin C tinggi. Pengkonsumsian yang terlalu sering akan mengakibatkan infeksi pada ginjal dan menyebabkan batu ginjal.
2) Mengurangi makanan dan minuman bersuplemen
3) Mengurangi makanan yang bisa menyebabkan asam urat seperti jeroan sapi, kambing dsb. Makanan ini banyak mengandung enzim yang bisa menimbulkan endapan pada ginjal.
4) Hindari diet ketat. Pada umumnya orang yang menjalankan diet ketat upaya langsing. Masalahnya diet ketat seperti itu bisa mnimbulkan kristal pada ginjal
5) Perbanyak minum air putih minum 2 liter per hari
6) Hindari menahan kencing terlalu lama
7) Berolahraga secara teratur
8) Mengurangi mengonsunsi vit D secara berlebihan
9) Hindari makanan dengan kadar oksalat, natrium, kalsium yang tinggi dan protein hewan dengan purin tinggi, karena dapat memicu terbentuknya batu ginjal.


B. Landasan Teori
Air merupakan sumber daya alam yang diperlukan untuk hajat hidup orang banyak, bahkan oleh semua makhluk hidup. Oleh karena itu, sumber daya air harus dilindungi agar tetap dapat dimanfaatkan dengan baik oleh manusia serta makhluk hidup yang lain. Pemanfaatan air untuk berbagai kepentingan harus dilakukan secara bijaksana, dengan memperhitungkan kepentingan generasi sekarang maupun generasi mendatang. Aspek pengamatan dan pelestarian sumber daya air harus ditanam pada segenap pengguna air (Effendi, 2003).
Air berkapur/Kalsium hidroksida adalah senyawa kimia dengan rumus kimia Ca(OH)2. Kalsium hidroksida dapat berupa kristal tak berwarna atau bubuk putih. Kalsium hidroksida dihasilkan melalui reaksi kalsium oksida (CaO) dengan air. Senyawa ini juga dapat dihasilkan dalam bentuk endapan melalui pencampuran larutan kalsium klorida (CaCl2) dengan larutan natrium hidroksida (NaOH). (Gabriel.2005)
Air yang terlalu banyak mengandung kapur, biasanya bersifat basah (Ph lebih dari 8). Menurut standar Keputusan Menteri Kesehatan RI, air minum tidak boleh mempunyai Ph lebih dari 8,5 karena dapat menimbulkan gangguan kesehatan. Tanda air yang mengandung kapur adalah jika air tersebut dimasak, maka akan menimbulkan kerak berwarna putih pada dinding panci, dan rasanya sedikit pahit.
Air yang mengandung zat kapur bisa terdapat pada air pegunungan dan air sumur/sumur bor. Air sumur termasuk air yang banyak digunakan masyarakat Indonesia untuk keperluan sehari-hari mereka. Namun, banyak dari air sumur itu yang mengandung zat besi dan kapur. Hal itu berdampak bagi kesehatan penggunanya.
Batu ginjal adalah suatu keadaan terdapat satu atau lebih di dalam pelvis atau calyces ginjal atau di saluran kemih. (Pratomo.2007)
Batu didalam saluran kemih (kalkulus uriner) adalah massa keras seperti batu yang terbentuk di sepanjang saluran kemih dan biasa menyebabkan nyeri, pendarahan aliran kemih atau infeksi. Batu ini bisa terbentuk di dalam ginjal (batu ginjal) maupun di dalam kandung kemih (batu kandung kemih) atau terbentuk di sepanjang saluran kemih yaitu, ginjal, ureter, kandung kemih dan uretra . Proses pembentukan batu ini disebut urolitiasis (litiasis renalis, nefrolitiasis) (Rahmawati, 2007).







C. Kerangka Teori



















Gambar 1. Kerangka Teori
D. Kerangka Konsep

















Gambar 2. Kerangka Konsep
Keterangan:
= yang akan diteliti

E. Hipotesis Penelitian
Ada hubungan antara konsumsi air berkapur terhadap angka kejadian batu ginjal di kecamatan Patuk Gunungkidul tahun 2012.




















BAB III
METODE PENELITIAN

A. Rancangan Penelitian
Rancangan penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini adalah penelitian deskriptif korelasional untuk memperoleh gambaran tentang konsumsi air berkapur dengan angka kejadian batu ginjal di Kecamatan Patuk tahun 2012. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dengan pendekatan cross sectional.
B. Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian akan dilaksanakan di Kecamatan Patuk, Kabupaten Gunungkidul. Waktu penelitian akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan September 2012.
C. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah totalitas dari semua objek yang memiliki karakteristik tertentu, jelas dan lengkap yang akan diteliti (Hasan, 2002). Populasi dalam penelitian ini adalah semua penduduk yang seecara de facto mendiami Kecamatan Patuk. Jumlah populasi dalam penelitian ini sebanyak 33.768 orang.
2. Sampel
Sampel adalah bagian populasi yang akan diteliti atau sebagian jumlah dari karakteristik yang dimiliki oleh populasi (Hidayat, 2007). Teknik sampling yang digunakan dalam penelitian ini adalah random sampling dengan dilakukan cluster terlebih dahulu.
Jumlah populasi dalam penelitian ini adalah 33.768 orang. Terdiri dari 7 desa dengan 112 dusun. Sehingga jumlah rata-rata penduduk setiap dusun adalah 43 orang. Maka perkiraan jumlah sampel setiap dusun dihitung dengan rumus sebagai berikut:
n = N
1+N (d)2
Keterangan:
n : jumlah sampel
N : jumlah populasi
d : tingkat kepercayaan / ketepatan yang diinginkan (0,1)
n = N
1+N (d)2
= 43
1 + 43 (0,1)2
= 43
1,43
= 30,06 = 30 orang
Sampel dari penduduk Kecamatan Patuk diambil dengan kriteria inklusi sebagai berikut :
1. Mendiami Kecamatan Patuk sama dengan atau lebih dari 10 tahun.
2. Umur sama dengan atau lebih dari dua puluh tahun.
3. Bersedia menjadi responden
4. Dapat berkomunikasi dengan baik
Adapun kriteria eksklusi adalah sebagai berikut
Belum pernah melakukan operasi batu ginjal sebelumnya.

D. Variabel Penelitian
Variabel merupakan gejala yang menjadi fokus peneliti untuk diamati (Sugiyono, 2005). Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah jvariabel ganda yaitu variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas adalah konsumsi air berkapur. Variabel terikat adalah angka kejadian batu ginjal

E. Definisi Operasional
1. Konsumsi Air berkapur adalah tindakan mempergunakan dan mendayagunakan air yang mengandung kapur untuk memasak maupun minum.
2. Angka kejadian batu ginjal adalah banyaknya penderita batu ginjal pada suatu waktu dan daerah tertentu, dalam hal ini Kecamatan Patuk selama tahun 2011.
3. Batu Ginjal adalah batu ginjal adalah batu yang terbentuk di tubuli ginjal kemudian berada di kaliks, infundibulum, pelvis ginjal dan bahkan bisa mengisi pelvis serta seluruh kaliks ginjal dan merupakan batu slauran kemih yang paling sering terjadi (Purnomo, 2000).

F. Instrumen Penelitian
1. Kuesioner
Data konsumsi air akan dikumpulkan dengan menggunakan kuesioner yang dibuat sendiri oleh peneliti. Bentuk pertanyaan dalam instrumen adalah tertutup, yang digunakan untuk memperoleh data konsumsi air berkapur meliputi. berapa banyak air yang dikonsumsi dalam sehari, sumber air, dan keluhan yang merujuk pada batu ginjal.
a) Kuisioner Jumlah air yang dikonsumsi dalam sehari
Kuesioner tentang Jumlah air yang dikonsumsi dalam sehari dibuat dengan alternatif jawaban: < 1 liter, 1-2 liter, 3-4 liter, dan 4-5 liter. Nilai yang diberikan berkisar antara 0 sampai 3. Dari hasil penghitungan kuesioner perilaku, kemudian data disajikan dalam bentuk deskriptif dengan pengkatagorian skor dalam skala ordinal. Pengkatagorian skor sebagai berikut (Arikunto, 1998): 1) Banyak apabila skor 75%-100% 2) Cukup bila skor 50%-74% 3) Sedikit bila skor 25%-49% 4) Sedikit sekali bila skor 0-24 % b) Kuisioner keluhan yang merujuk pada batu ginjal. Pengukuran keluhan yang merujuk pada batu ginjal menggunakan kuesioner yang dibuat oleh peneliti yang bersifat dikotomus. Jawaban yang “mengalami” diberi nilai 1 dan jawaban yang “ tidak mengalami” diberi nilai 0. Katagorisasi dibuat dalam skala ordinal dengan memperhatikan jawaban benar atau salah, dengan ketentuan sebagai berikut (Arikunto, 1998): 1) Keluhan sangat buruk bila 74%-100% jawaban mengalami. 2) Keluhan buruk apabila 56%-73% jawaban tmengalami. 3) Keluhan kurang baik apabila 36%-55% jawaban mengalami. 4) Keluhan cukup apabila 16-35% jawaban mengalami 5) Tidak ada keluhan apabila 0-16% jawaban mengalami. 2. Tes Urine Dalam tes urine ini, peneliti bekerjasama dengan Laboratorium Klinik Parahita untuk mengetahui ada tidaknya kristal batu pada saluran perkemihan. 3. Uji Kandungan Kapur Air Tes ini menggunakan APF WATER TESTER KIT. APF WATER TESTER KIT terdiri dari serangkaian bahan kimia tertentu yang bereaksi bila di dalam air tanah terdapat kadar besi (sekaligus mangan) dan kapur yang tinggi. Parameter lainnya adalah untuk mengetahui tingkat kesadahan air tersebut (ph) Berikut cara menggunakan APF WATER TESTER KIT a) langkah 1 : masukkan sample air yang akan dites di botol A yang telah tersedia dan teteskan 5 tetes bahan kimia dari botol C. b) langkah 2-3 : tambahkan 3 tetes bahan kimia dari botol D sampai air berubah warna menjadi ungu. c) langkah 4-5 : teteskan bahan kimia dari botol B dengan menggunakan alat suntikan secara perlahan sambil botol digoyang-goyang. d) langkah 6 : bila air berubah warna menjadi biru sebelum 1 kali alat suntikan habis diteteskan berarti kadar kapur dalam air sample masih bagus, namun bila membutuhkan lebih dari 1 kali alat suntik, berarti kadar kapurnya tinggi. G. Uji Validitas dan Reliabilitas 1. Uji Validitas dan Reliabilitas Kuesioner Sebelum di Sebelum dilakukan pengambilan data dengan kuesioner, maka terlebih dahulu kuesioner akan diujikan pada populasi yang memiliki karakteristik yang sama dengan subjek penelitian. Pada penelitian ini uji validitas dan reliabilitas akan dilakukan kepada penderita hipertensi di luar sampel penelitian di Kecamatan Patuk Kabupaten Gunungkidul pada bulan Februari 2010. Jumlah sampel yang akan digunakan pada uji validitas dan reliabilitas sebanyak 30 orang. a. Uji Validitas Pengujian validitas dalam penelitian ini menggunakan validitas internal, yaitu mencari validitas dengan cara mengkorelasikan skor item dengan skor totalnya (keseluruhan item). Adapun teknik korelasi yang akan digunakan dalam uji validitas kuesioner akan menggunakan teknik Korelasi Rank Spearman. Statistik ini berguna untuk menentukan korelasi antara dua variabel yang diukur dengan skala pengukuran ordinal, dimana taraf signifikasi dalam penelitian ini adalah 5%. Dengan rumus : r = ¬1- 6∑D2 N3-N Dimana: r : Nilai korelasi N : Jumlah responden D : Selisih jenjang Uji validitas dilakukan dengan mengkorelasikan skor setiap butir item dengan skor total item yang dilakukan dengan menggunakan uji Spearman. Jika r hitung > r tabel maka signifikan, artinya terdapat korelasi antara item tersebut dengan total item, sehingga item tersebut dikatakan valid. Namun jika sebaliknya, maka item tersebut tidak valid dan tidak digunakan dalam analisis
b. Uji Reliabilitas
Setelah mengukur validita, maka perlu pengukuran relibialitas data apakah alat ukur dapat digunakan atau tidak (Hidayat, 2007). Dalam penelitian ini akan menggunakan rumus Alpa Cronbach dan Kuder-Richardson KR 20. Uji Alpa Cronbach dapat digunakan untuk menguji reliabilitas skala likert atau instrumen yang item-itemya dalam bentuk esai.

Rumusnya ialah:
α = ( k ) ( 1-∑s2i )
k-1 s2i
Dimana:
k = Jumlah item
∑s2i = Jumlah varians skor total
s2i = varians responden untuk item ke i
Adapun KR 20 digunakan untuk kuesioner dengan jawaban dikotomi.Pada penelitian ini akan digunakan untuk menguji kuesioner tingkat pengetahuan.
2. Uji Validitas dan Reliabilitas APF WATER TEST.
Uji validitas dan realibilitas APF WATER TEST akan dilakuakan uji kalibrasi alat. Uji kalibrasi alat tersebut akan dilakukan di Dinas Perairan Kabupaten Gunung Kidul.

H. Teknik Pengambilan Data
1. Pengambilan data dengan kuesioner akan dilakukan pada bulan Maret 2012. pengambilan data akan dilakukan oleh peneliti dibantu oleh 20 asisten peneliti, yang terlebih dahulu dilatih bagaimana cara pengambilan data. Sebelum responden mengisi kuesioner, terlebih dahulu peneliti menyampaikan informed consent dan menjelaskan cara mengisi kuesioner. Kemudian peneliti akan memberikan lembar kuesioner kapada setiap penduduk yang menjadi sample yang bersedia menjadi responden. Dalam mengisi kuesioner, responden mendapat bimbingan dari peneliti atau asisten peneliti.
Setelah data terkumpul kemudian peneliti melakukan pengolahan data dengan:
a) Mengecek nama dan kelengkapan identitas responden
b) Mengecek kelengkapan data
c) Memberi skor untuk setiap kuesioner
2. Pengambilan spesimen urine pada responden dilakukan bersamaan saat responden diberikan kuisioner yang sebelumnya telah diberikan Inform Concent. Pengambilan dilakukan oleh 20 asisten peneliti, yang terlebih dahulu dilatih bagaimana cara pengambilan spesimen. Spesimen kemudian dibawa ke Laboratorium Parahita untuk dianalisa.
Setelah data terkumpul kemudian peneliti melakukan pengolahan data dengan:
a) Identifikasi hasil analisa dengan mengecek nama dan alamat responden.
b) Melakukan tabulasi data dari hasil analisa laboratorium.
3. Pengambilan spesimen air pada responden dilakukan bersamaan saat responden diberikan kuisioner yang sebelumnya telah diberikan Inform Concent. Pengambilan diambil oleh 20 asisten peneliti terlatih kemudian dianalisa kadar kapurnya menggunakan APF WATER TEST. Air yang diambil adalah air yang biasanya digunakan responden untuk minum dan memasak.
Setelah data terkumpul kemudian peneliti melakukan pengolahan data dengan:
a) Mencatat hasil test kadar kapur dalam air.
b) Memberi skor untuk setiap hasil test.
c) Memberi identitas terhadap hasil test air (waktu pengambilan, sumber air, dan nama responden)

I. Analisis Data
a. Analisis Univariat
Analisa data yang digunakan adalah analisis deskritif untuk mendeskripsikan distribusi frekuensi, persentase dari karakteristik responden dan untuk menganalisis rata-rata tingkat pengetahuan, sikap, dan perilaku responden.
b. Analisis Bivariat
Analisis bivariat adalah analisis yang digunakan untuk melihat hubungan dua variabel, yang diduga mempunyai hubungan yaitu variabel dependen dan variabel independent. Pada penelitian ini analisi bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara pengetahuan dengan perilaku pencegahan komplikasi hipertensi dan hubungan antara sikap dengan perilaku pencegahan komplikasi hipertensi, untuk uji bivariat akan menggunakan teknik analisis Spearmen Rank Corelation dengan rumus :
rs = ¬1- 6∑d2
n3-n
Dimana :
rs = Koefisien korelasai rank
d = selisih rank antara X (RX) dan Y (Ry)
n = banyaknya pasangan rank



Setelah menentukan nilai rs tabel Spearman , kemudian dilanjutkan dengan menentukan Z hitung dengan rumus:
Zhitung = rs
1/√n-1
Kesimpulan:
Apabila Z hitung > Z tabel, maka Ho ditolak artinya ada hubungan yang signifikan. Apabila Z hitung < Z tabel, maka Ho diterima artinya tidak ada hubungan yang signifikan. Taraf signifikan yang digunakan adalah Taraf signifikan 5%, dengan harga Z tabel: 1,96.

J. Rencana Pelaksanaan penelitian
Pelaksanaan penelitian ini akan dilakukan melalui beberapa tahap sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan
a. Tahap Pendahuluan
Studi pendahuluan dilakukan di Puskesmas Patuk Kabupaten Gunung Kidul. Tujuan dari studi pendahuluan tersebut adalah untuk mengetahui gambaran penderita batu saluran kemih di Kecamatan Patuk yang teregistrasi di data SIMPUS Puskesmas Patuk.
b. Pembuatan Proposal
c. Penyelesaian administrasi dan perijinan penelitian.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Pengambilan Data
Pengumpulan data akan dilaksanakan pada bulan Februari sampai bulan September 2012. Peneliti atau asisten peneliti akan terlebih dahulu memperkenalkan diri dan menjelaskan maksud dari penelitian yang akan dilakukan kepada calon responden. Bagi calon responden yang bersedia menjadi responden, terlebih dahulu diminta untuk menandatangani surat pernyataan persetujuan menjadi responden penelitian. Kemudian baru diberi kuesioner. Dalam mengisi kuesioner, responden akan mendapat bimbingan dari peneliti atau asisten peneliti.
b. Editing Data
Memeriksa data-data yang terkumpul, baik kelengkapan dan konsistensi dari setiap jawaban kuesioner.
c. Pengolahan Data
Pengolahan data akan dilakukan dengan komputer.
d. Analisis Data
Terdiri dari analisis deskriptif dan analitik. Analisis deskriptif umtuk mengetahui jumlah air yang dikonsumsi dalam sehari dan keluhan yang merujuk pada batu ginjal. Analisis analitik untuk mengidentifikasi hubungan antara variabel bebas dan variabel terikat dengan uji korelasi Spearmen Rank Corelation. Kemudian dilanjutkan dengan uji korelasi ganda.












DAFTAR PUSTAKA
Asdie, Ahmad H. 1992. Kaitan Hipertensi dengan Diabetes Mellitus. Berkala Ilmu Kedokteran. Vol 16 (1): 17-26.
Astawan, Made. 2008. Cegah Hipertensi dengan Pola Makan. www. Depkes.co.id. Akses 23 Juli 2008.
Arikunto, S. 1998. Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktek. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Azwar. 2005. Penyusunan Skala Psikologi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar
Bakri, Syakib., and Ariadnyana, I.B. 1991. Pengobatan Non-Farmakologik pada Hipertensi. Medika. Vol 17 (1): 43-52.
Brunner & Suddart. 2002. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Jakarta: EGC.
Budiman, Hendra. 1999. Peranan Gizi pada Pencegahan dan Penanggulangan Hipertensi. Medika. Vol 25 (12): 784-787.
Data Umum dan Hasil Kegiatan Puskesmas Patuk Tahun 2012